Masa Penjajahan Inggris Di Indonesia

Untuk pembahasan kali ini kami akan mengulas mengenai masa penjajahan Inggris di Indonesia yang dimana dalam hal ini pemerintahan, bidang ekonomi, hukum, sosial, ilmu pengetahuan, nah agar lebih dapat memahami dan dimengerti simak saja ulasannya dibawah ini.

Masa Penjajahan Inggris Di Indonesia
Masa Penjajahan Inggris Di Indonesia

Sejarah Masa Penjajahan Inggris di Indonesia

Sejarah penjajahan Inggris di Indonesia. Seperti tercatat dalam sejarah, Indonesia pernah berada dalam jajahan Inggris. Inggris secara resmi menjajah Indonesia lewat perjanjian Tuntang (1811) dimana perjanjian Tuntang memuat tentang kekuasaan belanda atas Indonesia diserahkan oleh Janssens (gubernur Jenderal Hindia Belanda) kepada Inggris.

Namun sebelum perjanjian Tuntang ini, sebenarnya Inggris telah datang ke Indonesia jauh sebelumnya. Perhatian terhadap Indonesia dimulai sewaktu penjelajah F. Drake singgah di Ternate pada tahun 1579. Selanjutnya ekspedisi lainnya dikirim pada akhir abad ke-16 melalui kongsi dagang yang diberi nama East Indies Company (EIC). EIC mengemban misi untuk hubungan dagang dengan Indonesia. Pada tahun 1602, armada Inggris sampai di Banten dan berhasil mendirikan Loji disana.

Pada tahun 1904, Inggris mengadakan perdagangan dengan Ambon dan Banda, tahun 1909 mendirikan pos di Sukadana Kalimantan, tahun 1613 berdagang dengan Makassar (kerajaan Gowa), dan pada tahun 1614 mendirikan loji di Batavia (jakarta). Dalam usaha perdagangan itu, Inggris mendapat perlawanan kuat dari Belanda. Belanda tidak segan-segan menggunakan kekerasan untuk mengusir orang Inggris dari Indonesia. Setelah terjadi tragedi Ambon Massacre, EIC mengundurkan diri dari Indonesia dan mengarahkan perhatiannya ke daerah lainnya di Asia tenggara, seperti Singapura,  Malaysia, dan Brunei Darussalam sampai memperoleh kesuksesan.

Inggris kembali memperoleh kekuasaan di Indonesia melalui keberhasilannya memenangkan perjanjian Tuntang pada tahun 1811. Selama lima tahun (1811 – 1816), Inggris memegang kendali pemerintahan dan kekuasaanya di Indonesia.

Indonesia mulai tahun 1811 berada dibawah kekuasaan Inggris. Inggris menunjuk Thomas Stanford Raffles sebagai Letnan Gubernur jenderal di Indonesia. Beberapa kebijakan Raffles yang dilakukan di Indonesia antara lain:

  1. Jenis penyerahan wajib pajak dan rodi harus dihapuskan.
  2. Rakyat diberi kebebasan untuk menentukan tanaman yang ditanam.
  3. Tanah merupakan milik pemerintah dan petani dianggap sebagai penggarap tanah tersebut.
  4. Bupati diangkat sebagai pegawai pemerintah.

Akibat dari kebijakan diatas, maka penggarap tanah harus membayar pajak kepada pemerintah sebagai ganti uang sewa. Sistem tersebut disebut Lnadrent atau sewa tanah. Sistem tersebut memiliki ketentuan, antara lain:

  1. Petani harusmenyewa tanah meskipun dia adalah pemilik tanah tersebut.
  2. Harga sewa tanah tergantung kepada kondisi tanah.
  3. Pembayaran sewa tanah dilakukan dengan uang tunai.
  4. Bagi yang tidak memiliki tanah dikenakan pajak kepala.

Sistem landrent ini diberlakukan terhadap daerah-daerah di Pulau jawa, kecuali daerah-daerah sekitar Batavia dan parahyangan. Hal itu disebabkan daerah-daerah Batavia pada umumnya telah menjadi milik swasta dan daerah-daerah sekitar Parahyangan merupakan daerah wajib tanam kopi yang memberikan keuntungan yang besar kepada pemerintah. Selama sistem tersebut dijalankan, kekuasaan Bupati sebagai pejabat tradisional semakin tersisihkan karena trgantikan oleh pejabat berbangsa Eropa yang semakin banyak berdatangan.

Raffles berkuasa dalam waktu yang cukup singkat. Sebab sejak tahun 1816 kerajaan Belanda kembali berkuasa di Indonesia. Pada tahun 1813, terjadi prang Lipzig antar Inggris melawan Prancis. Perang itu dimenangkan oleh Inggris dan kekaisaran Napoleon di Prancis jatuh pada tahun 1814. Kekalahan Prancis itu membawa dampak pada pemerintahan di negeri Belanda yaitu dengan berakhirnya pemerintahan Louis Napoleon di negeri Belanda. Pada tahun itu juga terjadi perundingan perdamaian antara Inggris dan Belanda.

Perundingan itu menghasilkan Konvensi London atau Perjanjian London (1814), yang isinya antara lain menyepakati bahwa semua daerah di Indonesia yang pernah dikuasai Belanda harus dikembalikan lagi oleh Inggris kepada Belanda, kecuali daerah Bangka, Belitung dan Bengkulu yang diterima Inggris dari Sultan Najamuddin. Penyerahan daerah kekuasaan di antara kedua negeri itu dilaksanakan pada tahun 1816. Dengan demikian mulai tahun 1816, Pemerintah Hindia-Belanda dapat kembali berkuasa di Indonesia.

Perlayaran orang-orang Inggris ke kawasan Asia Tenggara dan Dunia Timur umumnya tertinggal dibandingkan pada perlayaran orang-orang Portugis. Hal ini disebabkan perhatian orang-orang Inggris lebih ditumpahkan ke Benua Amerika dan rupa-rupanya mereka belum mengetahui jalan ke Timur melaui Tanjung Harapan.

Pelaut-pelaut Inggris telah mencoba menempuh jalan melalui laut tengah sampai ke Siria. Tetapi, tidak dapat dilakukan untuk mengadakan hubungan dengan India dengan Dunia Timur. Pada akhir abad ke-6 Inggris menyadari bahwa satu-satunya jalan yang paling tepat untuk mengadakan hubungan dagang dengan Dunia Timur (Asia) adalah melalui Tanjung Harapan.Namun, pada waktu itu Inggris mengalami kesulitan karena belum dimilikinya kapal yang cukup besar yang mampu mengarungi Samudera sejauh 16.000 Km itu. Pelaut-pelaut Portugis nampaknya sudah terlebih dahulu mampu membuat kapal-kapal yang digunakan untuk menempuh rute pelayaran sejauh itu.

Mungkin pula ada faktor lain, kenapa Inggris belum menggunakan rute pelayaran melalui TAnjung Harapan, yaitu : katanya Portugis merahasiakan jalan pelayaran melalui Tanjung Harapan tersebut. Pada tahun 1580 F. Drake dalam perjalanan keliling dunia singgah di Ternate setelah melayari lautan Pasifik. Dia melaporkan kepada pemerintahannya tentang pemerintahan Sultan Ternate agar diberi bantuan peralatan untuk melawan Portugis. Pada tahun 1586, Thomas Cavendis menggunakan rute pelayaran Selat Magelhaen-Samudera Pasifik. Sampai di Filiphina selanjutnya berlayar ke Maluku. Dia menerangkan bahwa di Maluku dilakukan perdagangan rempah-rempah secara bebas.

Pada waktu ituada dua  pendapat tentang sikap yang bagaimana yang harus di ambil Inggris dalam menghadapi Portugis. Pendapat pertama meminta Inggris membantu Portugis agar Inggris memperoleh hak dari Portugis sehingga ada pembagian hak Monopoli diantara keduanya. Pendapat kedua mendesak agar Inggris segera merebut hak Monopoli perdagangan Portugis dan segera menggunakan jalur perdagangan laut melalui Tanjung Harapan. Pengaruh kedua nampaknya lebih kuat dan mempunyai pengaruh dalam menentukan kebijaksanaan Inggris dalam melebarkan dengan dunia luar.

Pada tahun 1591 satu ekspedisi yang terdiri dari tiga buah kapal bertolak dari Plymouth dipimpin oleh George Raymond dan James Lancaster, tujuannya adaalh ke India Timur melalui Tanjung Harapan. Penjelajahan ini tidak begitu berhasil karena hanya satu kapal yang berhasil melanjutkan perjalanan yaitu kapal yang dipimpin oleh Lancaster. George Raymond tenggelam, sedangkan sebuah kapal terpaksa kembali.

Lancaster melanjutkan perlayaran sampai ke Selat Malaka dan Pulau Pinang, tetapi beliau ditawan kapal oleh perampok dari Perancis. Pelayaran James Lancaster ini dinilai penting artinya bagi perkembangan pelayaran kemudian hari. Berita berhasilnya Cornelis de Houtman sampai di Banten menggugah semangat pelaut Inggris untuk menggunakan Tanjung Harapan kembali dalam perjalanan jauh ke Dunia Timur.

Pada tanggal 31 Desember 1600 didirikan East India Company. Berdasarkan piagam raja Maskapai dagang mempunyai hak monopoli perdagangan antara Tanjung Harapan dan Selat Magelhaen selama 15 tahun. Perlayaran pertama dilakukan dengan modal 68.000 pounsterling, ekspidisi ini dipimpin oleh James Lancaster dan Jhon Davis. Ekspidisi ini berhasil sampai di Aceh pada tahun 1602 selanjutnya berlayar menuju Banten. Mereka sangat kaget karena kedatangan mereka di Nusantara disambut sebagai lawan oleh Belanda sedangkan di Eropa pada saat itu Belanda adalah sekutu Inggris.

Ekspedisi kedua dibawah pimpinan Henry Middleton sampai di Banten pada tahun 1604. Middleton berlayar terus sampai ke Ambon dan berunding dengan Portugis untuk memperoleh hak dagang tapi armada Belanda melarangnya. Ketika Middleton berhasil mendapatkan muatan cengkeh di Ternate dan pala di Banda, armada Belanda memaksanya kembali ke Banten. Sejak tahun 1610 hubungan antara Inggris dan Belanda semakin memburuk.

Nampak kekuatan Belanda semakin unggul dibandingkan dengan kekuatan yang dibangun oleh Inggris. Usaha untuk menghilangkan perselisihan antara VOC dan EIC dengan jalan  perdamaian ternyata gagal. Walaupun Inggris berusaha menjelaskan kepada Belanda bahwa kedatangan Inggris lebih dahulu dibandingkan dengan kedatangan Belanda. Namun Belanda tiding menghiraukan pernyataan tersebut.

Belanda mengemukakan bahwa alasan mereka mendapatkan hak perdagangan ini setelah mereka mengeluarkan cukup besar dalam persaingan melawan Portugis dan Spanyol.

Sementara itu perhatian Inggris terbagi dua. Perhatian mereka lebih dicurahkan ke India. Pada tahun 1611 EIC telah membuka pusat perdagangan di Masuliptam dan kemudian membuka hubungan dagang dengan Siam dan Myanmar. Sementara itu Inggris telah berhasil menjalin hubungan dengan Aceh, Makasar, Pariaman, Jambi, Jayakarta, Jepara dan Sukadana. Mereka telah juga mendirikan kantor-kantor untuk perdagangan mereka. Diantara pemimpin perdagangan Inggris yang dianggap paling membahayakan kedudukan Belanda di Nusantara adalah Jhon Jourdei. Dialah yang paling banyak terlibat permusuhan dengan J. P. Ceon, gubernur jendral VOC.

Dengan tegas Jordaen menegaskan bahwa perdagangan di Maluku adalah bebas baik untuk Belanda maupun Inggris. Permusuhan nantara VOC dan EIC terjadi ketika perlayaran George Cokayne dan George Ball dipimpin oleh Gerard Reynest, peristiwa itu terjadi pada tahun 1615. Dalam kontak senjata ini, Belanda mengalami kekalahan. Pada tahun1616 juga terjadi ketegangan antara kapal-kapal Inggris di bawah kepemimpinan Samuel Castleton dengan armada VOC dibawah pimpinann Jan Dirkszoon Lam. Karena kekuatan VOC lebih besar, maka Inggris pun mengalah.

Ketika J.P. Ceon menjadi gubernur jendral ia berjanji mengusir semua kekuatan Portugis, Spanyol dan Inggris dari Maluku, Pulau Banda akan diduduki oelh komunis-komunis dari Belanda. Meskipun pada tahun 1619 tercapai perdamaian antara Inggris dengan Belanda pada kenyataanya Belanda tisak mau menepati isi perjanjian perdamaian tersebut. Pada tahun 1621 mereka mengusir Inggris dan Belanda.

Tahun 1623 Belanda menuduh Inggris telah berkomplot untuk menentang Belanda. Tahun 1623 Inggris melaukan penyiksaan dan pembunuhan terhadap beberapa orang Inggris, peristiwa ini kemudian dikenal dengan “Amboyna Massacre” (pembunuhan di Ambon). Tindakan kekerasan rupa-rupanya dimaksudkan Belanda agar Inggris segera keluar dari Maluku.

Pemerintah Inggris rupanya tidak mempersiapkan peperangan untuk kepentingan EIC dikepulauan Nusantara. Inggris kemudian menarik diri dari kegiatan perdagangan di Asia Tenggara. Pada tahun 1628 kantor dagang Inggris dipindahkan dari Jayakarta ke Banten bahkan pada tahun 1628 Inggris di usir dari Banten oleh Belanda. Pada tahun 1684 Inggris mendirikan Port York di Bengkulu. Inilah daerah kekuasaan Inggris yang tetap bertahan terhadap ancaman Belanda. Pada tahun 1417 karena kesulitan alam, Inggris terpaksa memindahkan kedudukannya dan mendirikan benteng baru Port Marlborough, tidak jauh dari tempat semula. Didaerah inilah kekuasaan Inggris tetap bertahan sampai tahun 1824. Pada tahun inilah setelah ditandatangani Treaty of London, Inggris keluar dari Bengkulu bertukar dengan Malaka yang semulanya telah diduduki Belanda.

Masa kolonialisme dan imperialisme Inggris di Indonesia

Colonialisme

Kata kolonialisme berasal dari bahasa latin yaitu colonia yang artinya tanah, tanah pemukiman atau jajahan. Jadi kolonialisme adalah suatu sistem pemukiman warga suatu Negara di wilayahinduknya atau penguasaan oleh suatu Negara atas daerah atau Negara lain dengan magsud untuk memperluas  daerahnya  atau negaranyayang bisasa terletak di seberang lautan dengan tujuan utamanyamerusak sumber-sumber kekayaan daerah kolonia demi Negara induknya.

Imperialisme

Kata imerialisme  berasal dari bahasa latin yaitu dari kata imperare  yang berarti memerintah atau sebagai  kerajaan besar  yang bertujuan  penjajahan langsung atau  menguasai Negara lain  untuk mendapat kekuasaan ,  wilayah dan kekayaan  yang lebih besar dengan  jalan menguasai  semua bidang kehidupan  seperti kehidupan  politik,ekonomi,social dan idiologi

Ketika Inggris menyerbu Pulau Jawa, Daendels sudah dipanggil kembali ke Belanda. Penggantinya, Gubernur Jenderal Janssens, tidak mampu bertahan dan terpaksa menyerah. Akhir dari penjajahan Belanda-Perancis itu ditandai dengan Kapitulasi Tuntang yang ditandatangani pada tanggal 18 September 1811 oleh S. Auchmuty dari pihak Inggris dan Janssens dari pihak Belanda. Isi perjanjian tersebut adalah sebagai berikut.

  1. Seluruh Jawa dan sekitarnya diserahkan kepada Inggris.
  2. Semua tentara Belanda menjadi tawanan Inggris.
  3. Semua pegawai Belanda yang mau bekerja sama dengan Inggris dapat memegang jabatannya terus.
  4. Semua hutang pemerintah Belanda yang dahulu, bukan menjadi tanggung jawab Inggris.

Seminggu sebelum Kapitulasi Tuntang, Raja Muda (Viceroy) Lord Minto yang berkedudukan di India, mengangkat Thomas Stamford Raffles sebagai Wakil Gubernur (Liuetenant Governor) di Jawa dan bawahannya (Bengkulu, Maluku, Bali, Sulawesi, dan Kalimantan Selatan). Hal itu berarti bahwa gubernur jenderal tetap berpusat di Calcutta, India. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya Raffles berkuasa penuh di Indonesia.

Pemerintahan Raffles di Indonesia cenderung mendapat tanggapan positif dari para raja dan rakyat Indonesia karena hal berikut ini.

  • Para raja dan rakyat Indonesia tidak menyukai pemerintahan Daendels yang sewenang-wenang dan kejam.
  • Ketika masih berkedudukan di Penang, Malaysia, Raffles beberapa kali melakukan misi rahasia ke kerajaan-kerajaan yang anti Belanda di Indonesia, seperti Palembang, Banten, dan Yogyakarta dengan janji akan memberikan hak-hak lebih besar kepada kerajaan-kerajaan tersebut.
  • Sebagai seorang liberalis, Raffles memiliki kepribadian yang simpatik. Beliau menjalankan politik murah hati dan sabar walaupun dalam praktiknya terkadang agak berlainan.

Kebijakan Pemerintahan Thomas S. Raffles

Pada tanggal 3 Agustus 1811, Angkatan Laut Inggris mendarat di Teluk Batavia di bawah pimpinan Gilbert Eliot, Lord Minto, dan Thomas Stamford Raffles. Armada angkatan laut Inggris terdiri dari 100 kapal dengan membawa 1.200 orang. Pendaratan dipimpin oleh Jenderal Auchmuty pada tanggal 4 Agustus 1811. Pada tanggal 8 Agustus 1811, mereka berhasil menguasai Batavia. Jenderal Jumel yang ditugaskan mempertahankan Batavia terpaksa mundur hingga di garis pertahanan Meester Cornelis.

Kemudian pimpinan pertahanan diambil oleh Jansens. Ia dihimbau agar Pulau Jawa diserahkan kepada Inggris tetapi ditolak. Segera terjadi pertempuran yang hebat di Meester Cornelis selama 16 hari. Tentara Belanda ternyata tidak sanggup bertahan sehingga Jansens mundur ke arah Bogor. Dari Bogor ia berangkat ke Semarang dengan harapan dapat mempertahankan PUlau Jawa dari sana. Ia juga mengharapkan raja-raja yang berkuasa dapat memberikan bantuan, tetapi hal itu tidak terpenuhi.

Dalam menjalankan pemerintahan di Indonesia, Raffles didampingi oleh suatu Badan Penasihat (Advisory Council) yang terdiri atas Gillespie, Cranssen, dan Muntinghe. Tindakan-tindakan Raffles selama memerintah di Indonesia (1811-1816) adalah sebagai berikut.:

a) Bidang Birokrasi Pemerintahan

  • Pulau Jawa dibagi menjadi 16 karesidenan, yang terdiri atas beberapa distrik. Setiap distrik terdapat beberapa divisi (kecamatan) yang merupakan kumpulan dari desa-desa.
  • Mengubah sistem pemerintahan yang semula dilakukan oleh penguasa pribumi menjadi sistem pemerintahan kolonial yang bercorak barat.
  • Bupati-bupati atau penguasa-penguasa pribumi dilepaskan kedudukannya sebagai kepala pribumi secara turun-temurun. Mereka dijadikan pegawai pemerintah kolonial yang langsung di bawah kekuasaan pemerintah pusat.

b) Bidang Perekonomian dan Keuangan

  • Petani diberikan kebebasan untuk menanam tanaman ekspor, sedangkan pemerintah hanya berkewajiban membuat pasar untuk merangsang petani menanam tanaman ekspor yang paling menguntungkan.
  • Penghapusan pajak hasil bumi (contingenten) dan sistem penyerahan wajib (Verplichte Leverantie) karena dianggap terlalu berat dan dapat mengurangi daya beli rakyat.
  • Menetapkan sistem sewa tanah (landrent). Sistem ini didasarkan pada anggapan bahwa pemerintah kolonial adalah pemilik tanah dan para petani dianggap sebagai penyewa (tenant) tanah pemerintah. Oleh karena itu, para petani diwajibkan membayar pajak atas penggunaan tanah pemerintah.
  • Pemungutan pajak pada mulanya secara perorangan. Namun, karena petugas tidak cukup akhirnya dipungut per desa. Pajak dibayarkan kepada kolektor yang dibantu kepala desa tanpa melalui bupati.

Sistem sewa tanah tersebut disebut Lnadrent atau sewa tanah. Sistem tersebut memiliki ketentuan, antara lain:

  • Petani harusmenyewa tanah meskipun dia adalah pemilik tanah tersebut.
  • Harga sewa tanah tergantung kepada kondisi tanah.
  • Pembayaran sewa tanah dilakukan dengan uang tunai.

Sistem landrent ini diberlakukan terhadap daerah-daerah di Pulau jawa, kecuali daerah-daerah sekitar Batavia dan parahyangan. Hal itu disebabkan daerah-daerah Batavia pada umumnya telah menjadi milik swasta dan daerah-daerah sekitar Parahyangan merupakan daerah wajib tanam kopi yang memberikan keuntungan yang besar kepada pemerintah.Bagi yang tidak memiliki tanah dikenakan pajak kepala.

c) Bidang Hukum

Sistem peradilan yang diterapkan Raffles lebih baik daripada yang dilaksanakan oleh Daendels. Apabila Daendels berorientasi pada warna kulit (ras), Raffles lebih berorientasi pada besar-kecilnya kesalahan. Menurut Raffles, pengadilan merupakan benteng untuk memperoleh keadilan. Oleh karena itu, harus ada benteng yang sama bagi setiap warga negara.

d) Bidang Sosial

  • Penghapusan kerja rodi (kerja paksa).
  • Penghapusan perbudakan, tetapi dalam praktiknya beliau melanggar undang-undangnya sendiri dengan melakukan kegiatan sejenis perbudakan. Hal itu terbukti dengan pengiriman kuli-kuli dari Jawa ke Banjarmasin untuk membantu perusahaan temannya, Alexander Hare, yang sedang mengalami kekurangan tenaga kerja.
  • Peniadaan pynbank (disakiti), yaitu hukuman yang sangat kejam dengan melawan harimau.

e) Bidang Ilmu Pengetahuan

Masa pemerintahan Raffles di Indonesia memberikan banyak peninggalan yang berguna bagi ilmu pengetahuan, antara lain berikut ini.

  • Ditulisnya buku berjudul History of Java. Dalam menulis buku tersebut, Raffles dibantu oleh juru bahasanya Raden Ario Notodiningrat dan Bupati Sumenep, Notokusumo II.
  • Memberikan bantuan kepada John Crawfurd (Residen Yogyakarta) untuk mengadakan penelitian yang menghasilkan buku berjudul History of the East Indian Archipelago, diterbitkan dalam tida jilid di Edinburgh, Scotlandia pada tahun 1820.
  • Raffles juga aktif dalam mendukung Bataviaach Genootschap, sebuah perkumpulan kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
  • Ditemukannya bunga bangkai yang akhirnya diberi nama Rafflesia Arnoldi.
  • Dirintisnya Kebun Raya Bogor.
  • Selama lima tahun Raffles berkuasa di Indonesia terjadi beberapa kali persengketaan dengan pribumi. Hal ini terjadi di Palembang (1811), Yogyakarta (1812), Banten (1813), dan Surakarta (1815).

Kebijakan Sewa Tanah Masa Pemerintahan Raffles

Setelah Inggris menguasai Indonesia, Raffles ditunjuk untuk menjadi Gubernur EIC “East Indies Company” di Indonesia yang diangkat pada 19 Oktober 1811 dan menjabat selama lima tahun “1811-1816”, Raffles yang menjabat sebagai Gubernur melakukan perubahan-perubahan baik di bidang ekonomi maupun pemerintahan.

Kebijakan Contingenten yang sebelumnya diterapkan oleh pemerintahan Daendels kemudian diganti dengan kebijakan sistem sewa tanah “Landrent”, dengan adanya kebijakan ini, pribumi harus membayar sewa atas tanah mereka, karena semua tanah dianggap milik negara.

Pokok Sistem Sewa Tanah

  • Kerja paksa dan penyerahan wajib yang pernah berlaku dihapuskan.
  • Hasil pertanian oleh pribumi diambil langsung oleh pemerintah tanpa adanya perantara dari bupati.
  • Rakyat harus membayar tanah atas kepemilikan tanah yang mereka pergunakan kepada pemerintah.

Kegagalan Sistem Sewa Tanah

  • Sulitnya menentukan pajak untuk luas yang berbeda-beda kepada pemilik tanah.
  • Sulitnya menentukan tingkat kesuburan suatu tanah.
  • Terbatasnya jumlah pegawai.
  • Sistem uang belum sepenuhnya berlaku di masyarakat pedesaan.

Pembagian Wilayah Pada Masa Pemerintahan Raffles

Kebijakan selanjutnya yang dilakukan oleh Raffles yakni dengan membagi wilayah Jawa menjadi 16 daerah keresidenan. Kebijakan ini dilakukan agar pemerintahan Inggris lebih mudah dalam melakukan pengawasan terhadap daerah-daerah di pulau Jawa. Setiap residen tersebut dikepalai oleh seorang residen dan asisten residen. 16 Keresidenan tersebut diantaranya Madura, Banyuwangi, Besuki, Pasuruan, Surabaya, Gresik, Rembang, Jepara, Jipang-Grobogan, Kedu, Semarang, Pekalongan, Tegal, Cirebon, Batavia dan Banten.

Untuk wilayah pedalaman yakni pada Kasunan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta wilayah tersebut meliputi Mancanegara Wetan dan Mancanegara Kilen. Setelah menentukan 16 keresidenan, kemudian keresidenan tersebut dibagi menjadi wilayah kebupaten yang dipimpin oleh seorang bupati. Bupati tersebut dibantu oleh seorang patih yang bertugas sebagai pengawas teritorial, kepala residen membawahi bidang pemerintahan, peradilan serta pajak negara.

Berakhirnya Kekuasaan Thomas S. Raffles

Berakhirnya pemerintah Raffles di Indonesia ditandai dengan adanya Convention of London pada tahun 1814. Perjanjian tersebut ditandatangani oleh wakil-wakil Belanda dan Inggris yang isinya sebagai berikut.

  • Indonesia dikembalikan kepada Belanda.
  • Jajahan Belanda seperti Sailan, Kaap Koloni, Guyana, tetap ditangan Inggris.
  • Cochin (di Pantai Malabar) diambil alih oleh Inggris, sedangkan Bangka diserahkan kepada Belanda sebagai gantinya.

Raffles yang sudah terlanjur tertarik kepada Indonesia sangat menyesalkan lahirnya Convention of London. Akan tetapi, Raffles cukup senang karena bukan ia yang harus menyerahkan kekuasaan kepada Belanda, melainkan penggantinya yaitu John Fendall, yang berkuasa hanya lima hari. Raffles kemudian diangkat menjadi gubernur di Bengkulu yang meliputi wilayah Bangka dan Belitung. Karena pemerintahan Raffles berada di antara dua masa penjajahan Belanda, pemerintahan Inggris itu disebut sebagai masa interregnum (masa sisipan).

Benteng Marlborough ,saksi bisu penjajahan inggris

Benteng Marlborough merupakan peninggalan sejarah kolonial Inggris terbesar di kawasan asia. Benteng Marlborough berdiri dengan megahnya dan menghadap ke arah selatan, meliputi area 31,5 Ha. Salah satu daya tarik benteng ini mempunyai tipikal abad 18 yang berbentuk kura-kura. Lokasi benteng dipusat kota berbatasan dengan Perkampungan China, yang juga kawasan obyek wisata. Benteng ini dibangun tahun 1714 – 1719 di bawah pimpinan Gubernur Joseph Collet. Di salah satu kamar benteng ini pernah dihuni Presiden RI pertama Ir. Soekarno ketika menjalani hukuman buangan masa penjajahan Belanda. Setelah kemerdekaan Benteng Marlborough dipugar oleh pemerintah dan menjadi salah satu obyek wisata Kota Bengkulu.

Bengkulu adalah salah satu provinsi di pulau Sumatera tepatnya di Sumatera bagian selatan. Di masa lalu daerah ini pernah menjadi ajang persaingan dagang antara Inggris dan Belanda. Mereka berusaha untuk menguasai komoditi (lada) yang ada di sana. Tahun 1664 Belanda dengan VOC-nya mendirikan kantor pelelangan di sana. Tahun 1670 Sultan Banten mengeluarkan peraturan transaksi lada yang baru. Peraturan itu membuat pihak Belanda mengalami kerugian.

Untuk itu, pada tahun yang (1670) Belanda meninggalkan Bengkulu. Mereka pergi ke Banten dengan tujuan menguasainya. Di sana Belanda berhasil membuat Sultan Banten menandatangani perjanjian tentang hak monopoli perdagangan oleh Belanda. Perjanjian itulah yang kemudian membuat perhatian Belanda hanya tertuju pada Banten. Dan, kesempatan ini tidak disia-siakan oleh Inggris, melalui EIC-nya, untuk masuk ke Bengkulu

Setelah lebih kurang 140 tahun Pemerintah Inggris berada di Bengkulu, mereka banyak meninggalkan “warisan” peninggalan bersejarah. Salah satunya adalah Benteng Marlborough.Nama benteng ini menggunakan nama seorang bangsawan dan pahlawan Inggris, yaitu John Churchil, Duke of Marlborough I. Benteng ini tergolong terbesar di kawasan Asia. Peninggalan sejarah ini memiliki daya tarik yang besar karena kelangkaannya. Benteng ini dulunya merupakan pusat pemerintahan kolonial Inggris yang menguasai Propinsi Bengkulu selama lebih kurang 140 tahun (1685-1825)

Konstruksi bangunan benteng Fort Marlborough ini memang sangat kental dengan corak arsitektur Inggris Abad ke-20 yang ‘megah’ dan ‘mapan’. Bentuk keseluruhan komplek bangunan benteng yang menyerupai penampang tubuh ‘kura-kura’ sangat mengesankan kekuatan dan kemegahan. Detail-detail bangunan yang European Taste menanamkan kesan keberadaan bangsa yang besar dan berjaya pada masa itu. Dari berbagai peninggalan yang masih terdapat di dalam bangunan benteng dapat pula diketahui bahwa pada masanya bangunan ini juga berfungsi sebagai pusat berbagai kegiatan termasuk perkantoran, bahkan penjara.

Nilai-Nilai Pancasila pada saat penjajahan Inggris

  1. Sila kesatu ke Tuhanan Yang Maha Esa, Inggris sudah menganut agama kristen.
  2. Penghapusan perbudakan dan kerja rodi
  3. Pulau Jawa dibagi menjadi 16 karesidenan, yang terdiri atas beberapa distrik. Setiap distrik terdapat beberapa divisi (kecamatan) yang merupakan kumpulan dari desa-desa. sistem pemerintahan yang semula dilakukan oleh penguasa pribumi menjadi sistem pemerintahan kolonial yang bercorak barat.Hal ini tidak sesuai dengan Pancasila sila ke 4 yang mengatur bahwa segala keputusan harus diambil melalui musyawarah. Peradilan menurut Raffles lebih berorientasi pada besar-kecilnya kesalahan. Menurut Raffles, pengadilan merupakan benteng untuk memperoleh keadilan. Oleh karena itu, harus ada benteng yang sama bagi setiap warga negara. Hal i,ni sesuai dengan nilai pancasila sila ke5.
  4. Penghapusan kerja rodi (kerja paksa).
  • Penghapusan perbudakan, tetapi dalam praktiknya beliau melanggar undang-undangnya sendiri dengan melakukan kegiatan sejenis perbudakan. Hal itu terbukti dengan pengiriman kuli-kuli dari Jawa ke Banjarmasin untuk membantu perusahaan temannya, Alexander Hare, yang sedang mengalami kekurangan tenaga kerja.
  • Peniadaan pynbank (disakiti), yaitu hukuman yang sangat kejam dengan melawan harimau. Sila ke 2 pancasila.

The post Masa Penjajahan Inggris Di Indonesia first appeared on smpn3towuti.sch.id